Kamis, 03 Juni 2010

NYAWER

Nyawer adalah salah satu adat kebiasaan pada orang Sunda, yang diantaranya termasuk ke dalam tata upacara adat pernikahan, adat kebiasaan nyawer sebenarnya tidak hanya terdapat pada suku bangsa Sunda saja, tetapi juga pada suku-suku bangsa lain di Indoneisia, misalnya di kalimantan Barat yang dinamakan batabur, pada suku Minangkabau, disebut menepung tawari. 

Kenyataan menunjukan bahwa sawer yang merupakan adat kebiasaan itu merupakan upacara ritual yang erat hubungannya dengan proses inisiasi, yakni upacara pelantikan. Sawer pada umumnya mempergunakan bentuk puisi sawer, yakni semacam puisi yang penyampainnya dilakukan dengan cara ditembangkan atau dilagukan.Puisi sawer mempunyai nilai kerokhanian, juga merupakan khasanah sastra Sunda dan dapat difungsikan sebagai alat pendidikan.

Puisi sawer digubah dan dituturkan oleh juru sawer, baik wanita maupun pria yang pada umumnya sudah berusia tua (40 tahun ke atas). Juru sawer pada mulanya dianggap sebagai ahli magi, kemudian sebagai pendidik yang harus menyampaikan nasihat-nasihat yang berwibawa dan berpengetahuan cukup tentang agama dan moral, dan akhirnya sebagai pendidik juga "penghibur"

Puisi sawer berdasarkan jenis atau golongannya dapat dikelompokan menjadi: puisi sawer netes sapar, puisi sawer tingkeban (tujuh bulan kandungan), puisi sawer bayi, puisi sawer khitan/gusar, puisi sawer pengantin, puisi sawer ruatan, puisi sawer pelantikan, puisi sawer ganti nama, puisi sawer mayat dan puisi sawer batin

UPACARA PERNIKAHAN

Upacara pernikahan dianggap paling penting dalam lingkaran hidup orang Sunda, karena itu banyak yang melaksanakan secara besar-besaran diramaikan dengan beraneka ragam pertunjukan kesenian serta dilengkapi dengan upacara adat.
Pada adat Sunda lama, upacara pernikahan dilengkapi dengan upacara yang disebut ngeuyeuk seureuh, nincak endog, buka pintu dan huap lingkung. Semuanya ini terangkum dalam satu kesatuan dalam tata upacara adat perkawinan Sunda. Untuk memeriahkannya ada pula yang memasukan rangkaian upacara Helaran seperti pada penganten Sunat.
Upacara Nyawer sendiri dilaksanakan setelah akad nikah, dan sebelum upacara injak telur, buka pintu.
Berlainan dengan pada selamatan bayi, penuturan sawer pada upacara pernikahan biasanya tidak dilakukan oleh dukun bayi, tetapi oleh orang tua pengantin, atau juru sawer yang didatangkan.
Kelengkapan dan perlengkapan untuk sawer pengantin adalah: beras kuning, irisan kunyit, bunga rampai, uang logam dan tektek sepasang, disimpan dalam satu tempat biasanya dalam bokor.

Contoh puisi sawer pengantin

Sinom Degung


1.  Permios ka sadayana
sepuh anom jaler istri
bade nyelang nyawer heula
nyumponan tali paranti
warisan ti nini aki
nu moal laas ku waktu
dipalar mangpaatna
cepengan nu laki-rabi
nu dipambrih lulus mulus salawasna

Kidung
2.  Cunduk waktu numbuk dawuh
niti wanci nu mustari
kiwari datang mangsana
dugi ka wanci rarabi
nincak kana alam anyar
keur panganten jaler istri

3.  Bakal disapih ku sepuh
diajar hirup mandiri
kudu macakal duaan
hirup teu cara sasari
kuma bapa kuma ema
da puguh sepuh ngabanding

Jemplang Titi
4.  Mungguhing saratna hirup
enggoning urang rarabi
kudu silih pikaheman
silih asuh silih asah
hirup kudu sauyunan
geus tinangtu mawa rijki

5.  Masing satia satuhu
ka bojo jeung ka salaki
ulah rek aing-aingan
kudu sagala badami
hasil sapuk sauyunan
sangkan lulus laki rabi

6.  Kudu sumujud ka sepuh
sumembah ka Maha Suci
hade basa ka sasama
ka kadang ka kulawargi
ulah luhur pamakanan
sadaya oge sami

Kidung
7.  Panjang punjung lambat lambut
tebih ti mutik berewit
adoh bahla parek rijki
masing guna keur masyarakat
tansah ti pangjaring Gusti

8.  Sakitu nu kapihatur
ka panganten jaler istri
mugia anu Kawasa
Gusti sifat rahman rahim
salamina nangtayungan
lahir dumugi ka batin
mugi Gusti ngaijabah
Amin Ya Robal Alamin




Riadi Kartasutisna

Ciamis

SELAMATAN BAYI

Upacara selamatan bayi berlanjut sejak bayi dalam kandungan sampai sesudah dilahirkan. Pada orang Sunda, selamatan bayi itu ada selamatan puput puseur (lepas tali pusat), nurunkeung anak (turun tanah), pemberian nama dan cukuran (mencukur rambut).
Keempat macam upacara itu ada yang dilaksanakan sekaligus setelah bayi berusia 40 hari, ada juga yang terpisah-pisah.

(a)  Sawer pada upacara turun tanah
Pada orang Sunda, upacara turun tanah itu ada yang dilaksanakan setelah lepas tali pusat, setelah empatpuluh hari, atau setelah anak mulai bisa berdiri. Bagi masyarakat berada upacara turun tanah memakai keramaian secara besar-besaran. Jalannya upacara sebagai berikut:
Malam harinya bayi dijaga oleh orang tua-tua. Pagi-pagi dimandikan dan didandani, lalu digendong oleh dukun bayi/paraji sambil menjinjing kanjut kundang, yakni kantung dari yang berisi berbagai rempah-rempah kelengkapan obat bayi, membawa pisau dan lempuyang, lalu turun ke halaman sambil dipayungi, lalu mengelilingi rumah, halaman dan kebon alas, yaitu bangunan terbuka di tengah halaman yang digantungi dengan berbagai umbi-umbian, buah-buahan dan makanan. Dukun Beranak kemudian berjongkok di tanah, membuat tanda silang di tanah, dicungkilnya tanah sedikit, lalu dimasukkannya ke dalam kanjut kundang. Bayi diinjakkan ke tanah.
Menurut beberapa orang yang mengetahui upacara turun tanah ini, ada pula bayi yang dibiarkan merangkak untuk memegangi kelengkapan kebon alas. Apa yang dipegangnya dianggap sebagai simbol kehidupan kelak.
Upacara nyawer dilaksanakan di cucuran atap (panayweran), sebelum bayi dibawa masuk lagi ke dalam rumah. Bayi digendong dan dipayungi. Beras, kunyit, bunga dan uang recehan, ditaburkan di atas bayi menyeling tuturan sawer. Tuturan itu bisa bersifat prosa biasa, prosa liris, syair atau pupuh sawer itu biasanya dilaksanakan oleh dukun bayi. Bila dukun bayi yang menggendong anak, sawer dituturkan oleh orang lain yang menguasainya.
Selain disawer, bayi juga biasa disembur dengan lempuyang yang dikunyah, dan dimanterakan, demikian pula ibu bayi dan lingkungan sekelilingnya.

(b)  Sawer pada upacara mencukur rambut
Upacara mencukur rambut dilaksanakan setelah bayi berusia 40 hari. Upacara mencukur rambut bagi mereka yang berada, tidak cukup hanya bersedekah bubur merah putih saja, tetapi dilengkapi dengan keramaian, seperti membaca wawacan, pertunjukan pantun, wayang, tayuban.
Seperti upacara-upacara adat lainnya, maka pada upacara ini pun disediakan sesajen dan kelengkapan, seperti : gunting yang diikat dengan benang kantih, lalu dimasukkan ke dalam bejana berisi air yang telah diberi bunga rampai tujuh macam, perhiasan dari emas dan perak, serta uang logam, kelapa muda yang telah dipangkas bagian atasnya dan lilin menyala diletakkan dekat bejana.
Bayi yang telah dimandikan dan didandani digendong oleh dukun bayi, lalu dibawa berkeliling pada hadirin, diiringi oleh yang membawa bejana, kelapa muda, lilin yang menyala. Rambut bayi digunting bergantian sedikit-sedikit, lalu dimasukkan ke dalam air kelapa muda. Tenggelamnya rambut bayi ke dalam air biasa dipakai sebagai “pertanda”, bobot kehidupannya kelak. Rambut bayi kemudian disimpan dalam kanjut kundang.
Pada waktu mencukur disertai dengan marhabaan, yakni membaca kisah barzanji, kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setelah marhabaan dilaksanakan upacara  nyawer, yang cara-caranya, dan puisi sawer yang digunakan umumnya sama dengan upacara turun tanah.
Di beberapa tempat di Jawa Barat, pelaksanaan sawer dan selamatan mencukur rambut itu terdapat beberapa perbedaan, misalnya di Serang, pengguntingan rambut dilakukan oleh hadirin yang ganjil jumlahnya. Bayi yang telah didandani diberi pupuh (perhiasan emas) di keningnya, lalu dibaringkan di atas nampan yang beralaskan kain tujuh lapis dan selendang. Di bawah kain diletakkan beras dan uang. Kelapa yang telah dipangkas diberi bendera uang kertas. Bayi dikelilingkan tiga kali, baru marhabaan. Setelah pengguntingan rambut, kiai memberikan nama sambil mendo’a, salawat kepada Nabi, wali dan orang tua. Sedangkan sawer dilaksanakan setelah marhabaan.


Contoh puisi sawer bayi


1.  Ku bismillah dikawitan
mugi Allah ngaridoan
nyawer orok singkat pisan
supaya diberekahan

2.  Manusa datang kadunya
kersaning Allah Taala
supaya ibadah nyata
sujud ka Allah Taala

3.  Kalawan kersa Yang Agung
Allah anu sifat luhung
salapan bulan diitung
manusa di alam kandung

4.  Gurudag ka alam dunya
bari ceurik ea-ea
diadzanan ku bapana
dikomatan beulah kenca


5.  Manusa atos diatur
ku Allah Robunna Gofur
bakal asup liang kubur
matak kudu sing tafakur

6.  Asep hirup di dunya teh
ibadah ulah campoleh
ulah petor maca tasbeh
jadi jalam anu soleh

7.  Di dunya teh sementara
hirup ge moal lila
nu matak ulah doraka
bisi ku Allah disiksa

8.  Rek ibadah mah ayeuna
meungpeung aya keneh nyawa
sabab lamun geus teu aya
ibadah mo ditarima


9.  Asep ama ngadoakeun
mugi Asep dijadikeun
putra anu picontoeun
ahlakna pikaresepeun

10.   Bakti ka ibu ka rama
taat parentah agama
tumut parentah nagara
nu dasarna Pancasila

11.   Asep masing bisa ngaji
jeung ulama sing ngahiji
ulah benci ka kiai
matakna kawalat pasti

12.   Sakieu abah ngadoa
di payuneun balarea
mugia sing ditarima
ku Allah Nu Maha Esa

Abah Kar’an
75 tahun
Juru Sawer
Tasikmalaya

UPACARA KHITANAN DAN GUSARAN

Bagi orang Sunda yang beragama Islam, berkhitan itu dianggap penting, baik bagi laki-laki, maupun perempuan. Istilah yang dipakai ialah sunatan, karena dulu berkhitan dengan cara disudat/disundat, yang dilakukan oleh bengkong atau paraji sunat (dukun sunat), tetapi sekarang dilakukan juga oleh dokter atau mantri rumah sakit.
Upacara khitan sering bersamaan dengan gusaran, yakni potong gigi, yang dalam pelaksanaannya hanya digosok dengan uang logam ke giginya. Khitan bagi anak laki-laki sangat terbuka, tetapi bagi anak perempuan sangat tertutup kadangkala dirahasiakan.
Kesatuan pada upacara khitanan ini ada yang disebut  helaran (arak-arakan) penganten sunat, biasa dilakukan sebelum atau sesudah upacara khitanan. Jenis kesenian yang erat hubungannya dengan khitanan anatara lain : Kuda Renggong, Gotong Singa, dan sejenisnya.
Setelah  helaran dilaksanakanlah sawer di tempatnya (panyaweran).


Contoh puisi Sawer pengantin Sunat



1.  Baeu kasep nu kuatan
hidep atos disepitan
teu aya kamadorotan
Bapa teh lain teu watir
asep raheut nyeri nyengir
ku asep meureun kapikir

2.  Lain ukur kagaliban
tapi misti kawajiban
ka Islaman nu ngauban
ujang teh keur cacarakan
korban getih nu nyakclakan
ridona sing bebeakan

3.  Nya rido ka nu Agung
poma pikir ulah bingung
boh bilih temahna linglung
baring supagina gering
kawas ayeuna anaking
bet henteu sapira geuning

4.  Ujang teh tos korban getih
jaga mah bet leuwih-leuwih
dimana manggih kasedih
hate teh masing beresih
tinangtu loba nu asih
repeh-rapih silih asih

5.  Korban getih enggeusna
jaga mah korban ku harta
ulah sok dipepenta
pakir miskin bagi rata
mangkade dibeda-beda
bisina jadi gogoda

6.  Ti ayeuna kudu wekel
nyiar kaweruh sing kekel
sagala cabak parigih
ilmu agama darigama
pangjurungna ibu rama
pacuan salah tarima

7.  Kahade kagembang goda
temahna ngabarobeda
si goreng minuhan dada
maparinan dua jalan
kahadean kasauran

8.  Mun mapay jalan nu salah
pinanggih jeung lanat Allah
nu matak ulah balangah
mun mapay jalan nu bener
pikiran tinangtu teger
hasilna salamet seger

9.  Seger pikir mawa janglar
keker henteu gampang udar
gumelarna manusa anu jembar
sing saha nu maha suci ati
kakasih nu maha suci
diasih bae ku Gusti

9.  Pangna ujang disepitan
hartina teh dituduhan
tuduhan hiji jalan
Rama teh nuduhkeun Islam
ku Ujang kudu kapaham
sarta kudu dilampahan

10.   Geuning disunatan nyeri
henteu ngeunah henteu nyari
napsu mah teu pati beuki
kapaksa bakti ka Gusti
da kitu tungtunan Nabi
ibadah masing gumati

11.   Tah kitu kapalay sepuh
sakabeh oge pituduh
lain jalan-jalan henteu puguh
tong was-was tong asa-asa
nya nyembah ka Nu Kawasa
lakonan sabisa-bisa

12.   Cangkurileung 3x
eunteup dina dahan cabe
apa melang ka si encep
teh apa melang
nineung soteh nyawer teh
sakitu bae

13.   Nyieun panggung nutup sumur
asupna tina gapura
neda agung cukup lumur
neda jembar pangampura

14.  Gapura di Malangnengah
ngaliwat bade ka imah
hampura ka nu lalenggah
mugia rarido manah




Sukandi L
Purwakarta

SELAMATAN NETES DAN KANDUNGAN

Sawer pada selamatan netes yaitu selamatan sehubungan dengan saat pembuahan atau pembenihan. Yang sering diselamati terutama yang netes Sapar, ialah yang dibuahi bulan Sapar.
Selamatan itu maksudnya supaya tidak sasapareun, yakni pemarah atau suka berkelahi seperti tabiat anjing. Untuk wanita supaya tidak raris anjing, ialah banyak yang menyukai (laki-laki) tetapi kurang pemberiannya. Pada sebagian tempat, yang disebut sasapareun itu ialah yang lahir bulan Sapar.


SELAMATAN KANDUNGAN
Umumnya yang diselamatkan adalah mulai kandungan berumur tiga bulan, empat bulan, lima bulan, tujuh bulan, dan sembilan bulan. Pada selamtan setiap bulan itu, alat-alat kelengkapan upacara dan sesajen disesuaikan dengan arti perlambang.
Tiga bulan: sedekah bubur merah dan putih, peralatan berupa air dalam  kendi, minyak wijen dan minyak kelapa yang telah didoai.
Empat bulan: sedekah ketupat, leupeut dan tangtang angin
Lima bulan: sedekah bangsal (gabah) yang ditaruh dalam bokor (bejana) ditutup dengan daun labu air; untuk dimakan dibuat juga nasi tumpeng atau nasi uduk.
Sembilan bulan: sedekah bubur lolos, yakni bubur tepung kental, dibungkus dengan daun pisang yang berminyak, lalu digulungkan.
Pada upacara kandungan tiga bulan sampai dengan sembilan bulan (kecuali 7 bulan) yang dapat diartikan nyawer adalah pembacaan mantra magis oleh paraji (dukun bayi), yang biasanya diikuti dengan menciptrakan air memakai daun hanjuang (andung) ke kepala, tubuh dan ruangan sekelilingnya, diikuti dengan bubuara (menyembuhkan) buru beuweung ramuan yang dikunya sebagai usaha mengusir roh jahat.
Pada selamatan menujuh bulan, yang umumnya dianggap terpenting dari upacara selamatan kandungan, sawer yang dituturkan tidak hanya berupa mantra, tapi berupa puisi sawer yang panjang dan lengkap, seperti halnya pada upacara khitanan atau pernikahan.
Upacara menujuh bulan ini biasanya disebut tingkeban, tebus weteng atau babarik Tingkeban berarti “tutup”, maksudnya sebagai kias bahwa sang suami tidak boleh berhubungan lagi dengan istrinya. Tebus weteng artinya bersedekah menyelamatkan weteng (kandungan), karena bayi dalam kandungan sudah berupa manusia. Babarik: barik (bersama-sama), maksudnya menyelamatkan yang mengandung dan yang dikandung.
Alat dan sesajen untuk upacara tingkeban sangat lengkap. Umumnya dalam jumlah serba tujuh, misalnya: macam umbi-umbian, kacang-kacangan, bunga rampai mayang pinang daun andung, kluwih, labu besar, daun pial ayam, panglay “bengle” dan jaringan, kelapa gading yang diberi lukisan Arjuna dan Subadra, jarum, elekan (ruas bambu), tapisan, air dalam kendi, jambangan air, rujak kanistren, yakni rujak tumbuk terdiri atas bermacam-macam umbi dan buah-buahan, bubur merah putih, belut dan kain yang masih baru tujuh lembar.
Pagelaran sawer tingkeb dilakukan setelah undangan berkumpul. Tetua membaca doa, air dalam kendi diberi doa nurbuat ,lalu dicampurkan ke dalam air di jambangan/tempayan yang sudah diberi bunga rampai untuk mandi calon ibu.
Sawer Tingkeban dituturkan, biasanya oleh dukun bayi, lalu calon ibu dimandikan dengan upacara. Setelah dimandikan calon ibu berganti pakaian, lalu menghadapi rujak kanistren, yang dijual kepada pengunjung dengan alat pembayaran berupa potongan genting yang dibulatkan sebesar uang benggol.

Contoh Sawer Tingkeban


1.  Pun ampun ka Sang Rumuhun
amit  ka nu gaduh lembur
maap sakur anu aya
punten ka juraganana

2.  Astagfirullahaladim
baju numpang hudang rasa
nu bakal jadi cahaya
cahaya bakal manusa

3.  Manusa nu bade lahir
aya dina panitisan
nitis dina gaib heula
samemeh nitis ka rama

4.  Nelah kasebat datullah
ngaliah nitis ka sang rama
salin ngancik salin asma
nur lenggang putih kancana

5.  Nu jadi pusering bakal
bakalna pancering hirup
ti rama bakal nu putih
ti ibu bakal nu kuning

6.  Pat puluh dinten lamina
nyurupna aya di rama
salin ngancik salin asma
nur lenggang putih kancana

7.  Awor kaulaning Gusti
mung tujuh dinten lamina
mangrupi jadi nur cahya
tumaninah sareng mulya

8.  Linggih dina cupu manik
nur cahya nitis lugina
lamaun salapan bulan
mangrupi badan rohani

9.  Ngancik dina bumi suci
ngaliwat sanghiyang rasa
mapay ka sanghyang tinggal
ngalih ka sanghyang cahya

10.   Metu ka sanghyang guru
lungguh di tangkal alhamdu
lenggah di tangkal bismillah
ngenclong rupana manusa

11.   Nanging masih babakalan
herang bakal baetal mulya
hurung bakal baetal mamur
ngeplak bakal baetal iklas

12.   Ka lenting kekeling peujit
ka lengleng lakuning santen
kama nu jadi cahaya
cahaya rupa manusa

13.   Geus calik dina paranti
geus aya dina laksana
geus tereh ngancik di dunya
geura gebrol dina waktuna

14.   Tulisna geura teangan
upami acan kapendak
ulah sono kana kejo
wayahna lapar tirakat

15.   Utun inji jol kadunya
ditampa paraji lahir
sumangga geura pelesir
ulah risi ulah gimir

16.   Suhunkeun rijki ti kadim
darajat urang ti kudrat
ayana di kebon alas
mana seueur katuangan

17.   Anu matak aya ruak
panggeuing poma ngalunjak
anu matak aya damar
bilih urang kasamaran

18.   Mana kudu aya payung
payung tilu nu ti ibu
hartosna ulah kaliru
mangpaat mulus rahayu

19.   Payung dua nu ti rama
watekna ngahudang rasa
payung opat nu ti kudrat
mawatna loba nu welas

20.   Payung lima nu ti eyang
watek asihan pangemat
kagenep tujuh ti uyut
ngagimbung anu milucu

21.   Disawer ku beas beureum
beas bodas nyaracas
netepkeun sumsum balungna
sampurna mahi jayana

22.   Mahi ceuk panyebut kuring
utun teu leungiteun kuring
inji nu nganteur kahayang
kahayang nganteur kaeling

23.   Eling ka diri pribadi
carita luyu jeung ati
henteu tebih kana diri
mariksa diri pribadi


24.   Pribadi ngukur ka tangtung
tangtung ngaginding sorangan
sorangan anu ngajaring
kudrat anu ngadamel kuring

25.   Ngutus nguping jeung ngagugu
kulhu sungsang jeung alhamdu
singa malang dipapag Allah
disangga ku Rasulullah



Majalah Mangle, 1963

UPACARA RUATAN DAN MAYAT

Kepercayaan tentang adanya roh-roh jahat, yang dapat menimbulkan penyakit serta malapetaka bagi manusia, dan kepercayaan akan kekuatan gaib menimbulkan adanya berbagai pantrangan dan syarat yang harus dituruti dan dipenuhi oleh anggota masyarakat. Terdapat kepercayaan bahwa bila pantrangan dilanggar akan mendapat celaka, karena itu harus dilakukan ruatan. Orang harus bertobat dengan mengadakan sedekah kiparat, yakni sedekah kain putih dan beras.
Ruatan bisa dilakukan dengan pergelaran wayang, bagi mereka keluarga yang berada. Ceritera yang dipertunjukan disesuaikan dengan maksud dan tujuan ruatan itu. Dalang yang melaksanakan ruatan hanya yang sudah menguasai cara-caranya.
Yang biasa diruat antra lain:
1.    Anak yang dibenihkan pada bulan Sapar, karena orang tuanya dianggap melanggar pantangan, telah berhubungan pada bulan Sapar.
2.    Anak yang gandana-gandani : anak tunggal
3.    Sumur dihapit pancuran, pancuran dihapit sumur, ialah anak perempuan yang diapit oleh adik dan kakak laki-laki, atau sebaliknya
4.    Nanggung bugang, anak yang ditinggal mati oleh kakak dan adiknya
5.    Dan lain-lain
Puisi Sawer yang digunaan dalam ruatan kandungan, bayi lahir, pernikahan bisa sama saja tinggal diganti sebagian rumpakanya.

Sawer pada upacara mayat
Sawer yang dituturkan sebagai pengantar ke alam kubur ketika masyarakat Sunda sebelum memeluk agama Islam. Dituturkan setelah mayat dimandikan dan akan diantar ke kuburan, atau setelah mayat masuk di lubang kubur. Cara lain, sawer dilakukan sendiri oleh yang akan meninggal, semacam mantera. Hanya dikenal oleh orang-orang yang sangat terbatas, sehingga tidak menyebar.

UPACARA GANTI NAMA

Pada orang Sunda terdapat kebiasaan mengganti nama, pada masa lampau penggantian nama sering dilakukan dengan mengadakan selamatan secara khusus.
Yang disebut ganti nama, sebenarnya tidak selalu membuang nama asal lalu diganti dengan yang baru, tetapi hanya menambahkannya saja. Nama panggilan seperti: Agus, Ujang, Nyai, Enok, Asep, atau nama timangan seperti Emed dari Muhammad, Emah dari Halimah, dsbnya. Setelah dewasa dan mempunyai pekerjaan, nama itu baru diganti.
Di Cirebon terdapat kebiasaan mengganti nama dengan kenduri besar-besaran, walaupun anak itu belum bekerja, asal saja sudah dewasa.
Pada upacara ganti nama itu dilakukan upacara nyawer. Seperti halnya nyawer-nyawer pada upacara lainnya, maka sesajen pun tak ketinggalan, seperti ada rujak tujuh macam, air dalam kendi, rumput palias, congcot (puncak nasi tumpeng), bawang merah, cabai, dan kue-kue pasar yang ringan serta kue apem.


Contoh puisi sawer ganti nama

Dangdanggula

1.  Asma Allah anu maha asih
ngagelarkeun rahmatna nu nyata
mipit menit moro sekon
leresan tabuh satu
dinten kemis ping genep Juni
tawu sewu salapan
ratus salapan likur
ngabuktikeun rahmat mulya
takdir Gusti titis tulis mahluk gaib
kabupaten Sumedang

2.  Unjuk nuhun miwah suci wening
ka sadaya kadang kulawarga
ka nu sepuh ka nu anom
nu sami kersa rawuh
maksa sareng rido panggalih
nungkulan ieu hajat
tawis asih tuhu
rumaketna kawargian
mugi-mugi Gusti sipat rahmat
rahim, maleskeun kasaean


3.  Sareng mugi ageng sihaksami
tina bade ngedalkeun kandungan
sumeja neda panyaksen
sadaya nu karumpul
wargi-wargi pameget istri
diteda pangduana
muga lulus mulus
parek rijki jauh bahla
ginuluran rahmat nugraha yang Widi
sugeng dunya aherat

4.  Tansah manteng panyiptaning ati
bade nulad para sepah-sepah
alur mulur limbrah kabeh
lumintu ti karuhun
sadayana digentos nami
disebat biantara
namung gentos tembang
katebak ku pajamanan
digentosan ku dangding gending
hariring, ngiring ka kalimbrahan

5.  Aom Ujang Sumarga keur alit
ditambihan jenengan ramana
ngalap barkah ongkoh amprok
sareng maksud pangagung
rempag ragem sadaya wargi
surup kana wandana
satria linuhung
wiwitan Rahden Sumarga
ditambihan Kusuma Dilaga nami
muga sami nyaksian.



R. Satja di Brata
11 Juli 1929
Parahiangan no. 28/I